Tadi, waktu gue nyuci piring seperti biasa pikiran gue gak fokus sama
cucian. Gak elegan banget ngebayangin sambil nyuci piring. Pheww… Tiba-tiba makkbedunduk gue kepikiran tentang
sesuatu, yang indah banget. Gue ngrasa nyaman banget ngebayanginnya. Tentang sebuah
rumah. Rumah mimpi. Rumah impian gue.
Dulu gue juga pernah ngebayangin hal yang sama, tapi gue gak nglanjutin.
Gue gak yakin. Dan sekaarang terulang lagi bayangan itu. Pernah gue coba
nglukisnya di sebuah kertas kosong. Hasilnya gak mirip sama sekali dengan yang
gue bayangin. Asli, gambarnya ancur total. Yang terpampang cuma jendela
besarnya doank. Secara gue bukan penggambar baik di jagad ini, gue cuma
pemimpi. Pemimpi amatir. Jadi, gue coba gambarin rumah mimpi lewat tulisan aja.
Moga gak makin ancur.
Menapaki jalan setapak. Kanan kiri ditumbuhi bunga kerdil berwarna jingga. Terlihat segar diantara rerumputan hijau. Aku membuka gerbang dari potongan ranting membentuk huruf U terbalik. Berdiri kokoh diantara tembok bata merah yang tingginya setengah meter. Lebarnya hanya cukup untuk masuk satu orang. Ada taman kecil yang menyambutku. Hanya tinggal beberapa tapak lagi aku akan sampai pintu utama.
Pintu utama tak begitu besar, cukup seimbang dengan rumah mungil ini. Letaknya diantara dua jendela kaca besar. Tinggi jendela kaca setengah meter dari dasar permukaan tanah dan setengah meter dari atap. Jendela kaca sebelah kanan sejajar dengan pintu utama, sedangkan jendela kaca yang satunya lagi diapit oleh tembok batu bata lebih menonjolkan badannya ke depan. Itu jendela kaca kamarku. Lebih kecil dibanding jendela kaca dekat pintu. Atapnya tak terlalu tinggi. Begitu sinkron dengan body rumah mungil. Pas dengan dinding batu bata tanpa polesan semen dan cat.
Aku buka pintu utama. Tidak seperti rumah biasa lainnya. Ruang depan rumah mimpiku berjajar rapi rak-rak buku koleksiku yang bersandar di dinding sebelah kanan. Dasar lantai terjuntai karpet lembut dari bulu-bulu dan beberapa bantal besar. Di dinding sebelak kiri ada sebuah lukisan perpaduan laut dan langit biru. Burung-burung beterbangan dan siluet dua orang yang sedang berdiri di tepi pantai. Bergandengan tangan.
Hampir seluruh ruangan tidak dibatasi dinding. Ruang baca dan ruang makan dibatasi oleh rak buku. Bolehlah sambil makan baca buku. Hanya kamarku dan kamar mandi saja yang dibatasi dinding. Kecuali itu, semua adalah hamparan luas. Pengennya, semua sudut ruangan terlihat saat buka pintu utama. Semua dindingnya dihiasi jendela kaca yang besar. Biar seluruh ruangan terang benderang saat siang hari. Ngebayangin bagaimana cahaya matahari pagi dan langit sore masuk ke seluruh ruangan.
Kemudian kamarku. Masih dengan dinding batu bata. Dipannya terlentang sepanjang jendela kaca. Dengan bantal-bantal besar dan selimut hangat. Jendela yang dibuat agak menonjol ke depan menyisakan sedikit dasaran yang tingginya hampir sejajar dengan dipanku. Ehm, mungkin sedikit lebih tinggilah. Disitu aku letakkan sebuah pot kaktus kecil di sudut kanan. Kemudian berderet jam weker, pigura foto, kacamata, dan beberapa boneka kecil garfield. Hamparan karpet bulu-bulu lembut di lantainya. Ada rak buku-buku favorit. Meja laptop, lemari pakaian, cermin besar dan lampu tidur.
Lewat jendela kaca itu aku melihat cahaya, hujan, angin malam, bintang, dan dunia. Kadang pikiran gila berseliweran. Menghabiskan waktu untuk meringkuk dibawah selimut selama hujan turun. Aliran airnya mengalir halus di jendela kaca. Aku bisa menyentuh hujan. Ahh.. gilaa kan. Awesome. Wonderful. Dan gila.
Rumah mimpi. Mungkin cuma mimpi. Tapi, bisa saja bukan mimpi. Bisa jadi
rencana. bisa jadi nyata. Life is choice, bukan? ^_^
No comments:
Post a Comment
Ehm, komentarnya yg bijak yaa.. ^_^