Pagi
yang ranum, heuhh..
Ibu
membuka pintu kamarku. Seperti biasa aku masih memeluk gulingku. Rasanya tak
mau aku membuka mata. Tidur adalah pelarian termudah. Seperti biasa pula beliau
menyapaku untuk menanyakan kegiatan hari ini. Dan menanyakan hal itu. Mataku melebar,
kemudian aku tutup lagi. Aku menguap. Melihatkan bahwa aku masih ngantuk dan
membalik badanku membelakanginya. Menutup mukaku dengan guling. Aku ingin
bersembunyi dari mata ibu. Tapi percuma, tak mungkin ibu tak melihat badan
besarku ini kan. Heu..
Ibu
mengambil gulingku. Membalik badanku. Bertanya lagi tentang hal itu. Aku terdiam
menatapnya. Bagaimana harus kukatakan ini? Kata-kata yang tepat. Kata-kata yang
tidak menimbulkan salah paham dan.. kesedihan tentunya.
Aku
tak memandangnya. Menutup mukaku dengan guling, lagi. Ibu menariknya kuat. Oke,
saatnya cerita.
“Semua
telah berakhir, Bu. Semua telah terjawab. Ada kejujuran yang terlambat. Tapi semua
baik-baik saja kog. Hhe..”
Ada
hawa panas tiba-tiba menyembul entah dibagian mana dari tubuhku. Mengharuskanku
menarik nafas dengan berat dan sangat pelan. Ada aliran yang memaksa untuk
keluar. Aku menahannya. Sekuatku. Aku tersenyum pada ibu. Beliau menatapku kaget,
kemudian tersenyum.
“Ya
sudah, mungkin belum jodoh. Pasti nanti dapat yang lebih baik.” Ucapan ibu
serasa meluruhkan hawa panas itu. Aku sengaja membiarkan aliran itu keluar
dengan sendirinya. Biarlah. Untuk apa aku tahan.
Aku
tersenyum pada ibu, “Aamiin.” Dalam hati aku bertanya, bagaimana engkau tau kerisauan
anakmu ini, Bu? Padahal aku selalu berusaha agar semua terlihat baik-baik saja.
Aku baik-baik saja, Bu. Aku kuat. Aku bisa melewati ini. Aku tak ingin menangis
di depanmu. Itu adalah hal terburuk untukmu. Aku tau itu. Aku hanya tak ingin
kau juga merasa sedih dengan ini. Ohh ibu, mengapa kau menanyakan ini? Aku ingin
menyimpannnya sendiri. Biarlah, aku yang merasakannya sendiri. Biar aku yang
menyelesaikan masalahku sendiri. Biarkan aku baik-baik saja, Ibu.
Beliau
menutup pintu kamarku. Kemudian menghilang. Aku masih terpungkur dalam
kerisauhan pagi yang ranum. Menatap dinding yang membisu. Membiarkan aliran itu
terus mengalir sesukanya. Mencoba tidak memikirkannya kembali. Sesuatu yang aku
usahakan sejak hari itu.
Sambungan dari postingan yang "Seharusnya.." ya mbak ?
ReplyDeleteSaya suka dengan penuturan kalimatnya, realistis bgt (y) Kalau boleh tau, gimana sih kisah yang sebenarnya mbak ? :)
Hehe.. iyaa ^_^
ReplyDeleteIni cerita udah lama banget kog. Udah lupa, hehe...
Yah mbak nya gitu, ceritain dong mbak, pengen tau nih, sapatau menginspirasi :D hehe
ReplyDeleteHahahaa.. inspirasi apaan? :v
ReplyDeleteCritanya tu bener2 klise banget, mirip sinetron. :D
Gak asyik ahh kalo dicritain :D