ucapan

Selamat Datang di Blog Aprisa Ayu. Terimakasih Telah Membaca. Saranghaeyoooo... (^_*)

Sunday, June 17, 2012

Bahagia itu... IKHLAS

Di facebook, ada teman yg update status, “Bahagia itu…”. Aku tertarik untuk memberi komentar, aku komen, “Ikhlas.” Entah kenapa kata itu yang muncul dalam benakku. Setelah komentar itu terkirim, aku berpikir lagi. Kenapa ikhlas? Kenapa tidak kata yang lain, senyum misalnya. Lalu, apa hubungannya bahagia dengan ikhlas? Bukankah ikhlas itu…berat.
Kemudian temanku membalas komenku, “Kapan itu”. Tentu saja aku tidak tau. Karena kau pikir, tiap orang mempunyai kondisi atau keadaan yang berbeda, juga masalah-masalah yang dihadapi juga beda. Bagaimana aku menjawabnya?
“Entah,” mungkin ini kata yang tepat sesuai alasanku tadi. Karena, aku memang tidak tau kondisinya.
Tidak lama ia membalas komenku lagi, “Harusnya kapan aja dong. Anytime..”. menurutku maksudnya sama dengan jawabanku. Tidak pasti. Bisa diartikan ‘lihat sikonnya’ atau ‘terserah yang aku mau’. Ini sangat tidak teratur. Lalu aku perjelas lagi, “Ikhlas itu relatif. Mungkin sekarang kita bisa ikhlas, tapi entah besok, entah lusa, entah nanti.” Dia jawab, “Mungkin.” Dan aku tertawa.
Dari percakapan itu, aku menyadari sesuatu mengenai ikhlas. Sebuah perenungan tepatnya. Begini…
Ikhlas. Kata orang, ikhlas itu berat. Dan itu memang benar. Yang membuat ikhlas itu menjadi berat adalah pertahanan untuk tetap merasa ikhlas. Mungkin awalnya kita mudah untuk bilang ikhlas, kemudian mencoba melakukannya. Tapi, kita tidak pernah tau kemungkinan yang akan terjadi nanti. Bukankah mood seseorang  selalu berubah. Tidak bisa diduga. Kadang marah, kadang senyum-senyum, kadang sebel, kadang tanpa rasa, kadang bahagia. Begitulah..
Misalnya saja ada kejadian kehilangan ponsel disebabkan oleh kesalahan sendiri. Awalnya pasti sedih, marah, sebel, dan tentu saja moodnya selalu jelek. Tapi ketika menyadari kalau ini adalah kesalahan sendiri, sebisa mungkin akan berusaha untuk kembali berpikir negatif, “Ini salahku sendiri. Mungkin karena aku kurang hati-hati. Mungkin ini bukan rejekiku. Mungkin karena aku kurang sedekah. Berharap Tuhan akan menggantinya dengan yang lebih baik lagi (pahala).” Dari kalimat ini kesimpulannya ia sudah mulai merasa ikhlas dengan kehilangan itu. Beberapa hari kemudian, ada hal penting dalam ponsel itu. Sangat dibutuhkan dan mendesak. Hal ini bisa menyebabkan mood kembali tidak baik. Lupa jika sedang mempertahankan keikhlasan. Lali, ia menyalahkan diri sendri atau mencari kambing hitam untuk pelampiasan amarahnya yang tak terbendung. Lebih parah lagi jika menyalahkan kehendak Tuhan. Akhirnya, lunturlah nilai ikhlas itu.
Inilah maksud dari, Ikhlas itu relatif. Mungkin sekarang bisa, tapi entah besok, lusa, dan nanti.
Nah, sekarang bagaimana dengan Bahagia itu Ikhlas? Sederhana saja, jika dengan ikhlas kita tidak akan merasakan kehilangan atau kesedihan atau amarah atau beban apapun dalam pikiran kita. Otomatis, pikiran kita begitu longgar. Hal apapun yang bakal kita hadapi nanti akan terasa ringan. Adakah kebahagiaan lain selain mempunyai pikiran yang longgar?

No comments:

Post a Comment

Ehm, komentarnya yg bijak yaa.. ^_^